Jumat, 06 Januari 2017
Sinoman*
Ini fotoku dan kawan-kawan waktu aku remaja, saat menjadi Sinoman… Kebetulan, di Facebook Jeng Weka Binti Gunawan dan Mbak Marulina Pane ngobrolin soal jamuan di Solo…
Ngomongin kuliner Solo, yang istilahnya adalah hanya ada enak dan enak banget, ada suatu kebiasaan unik pada zaman aku remaja… Pada perhelatan adat dan resepsi perkawinan di Solo, penyajian hidangannya sangat unik… Tidak buffet atau prasmanan. Dideskripsikan oleh Mbak Ruli : Tetamu dipersilakan duduk di kursi- kursi yang di depannya ada meja kecil tinggi. Minuman dan hidangan satu per satu diantar. Mulai dengan teh di gelas, lalu sup, lalu dahar (makanan utama), diikuti dengan es/puding. Melayaninya juga cepat karena pelayannya banyak. Cara menjamu seperti itu disebut USDEK (Unjukan/minum), Sup, Dahar/makan; Es; dan Kundur (pulang).
USDEK memang paling lazim... Padahal itu jargonnya Bung Karno, tapi lebih ngetop sebagai sebutan untuk cara menghidangkan makanan pada perhelatan di Solo…
Dan kami, yang remaja-remaja biasanya dipilih untuk mendapat baju kebaya seragam... dan mendapat tugas LADEN… menyampaikan hidangan kepada para tamu... sekalian sebagai sarana oleh orang-orang tua kita... mengumumkan bahwa mereka mempunyai gadis-gadis yang siap diambil menantu... Lucu ya...
*Sinoman artinya nom-noman, “yang muda, yang bergaya” yang dipilih dan diminta oleh yang punya hajat untuk menyajikan hidangan kepada tamu undangan.
~ Nuniek Harun Musawa ~
Rabu, 16 November 2016
Bulan Ayah, Lukisan Bapak...
Hampir tiap sore Bapak duduk santai di sudut kanan teras itu, usai seharian mengajar. Aku dan adik-adikku, sesudah mandi dan rapi, selalu menghabiskan sore bersama Bapak. Ngobrol segala hal. Beliau adalah tempat kami bertanya apapun. Biasanya, di teras itu Bapak ngopi sambil melukis...
Bapak suka melukis alam. Suatu kali beliau berujar, "Coba kamu tetap duduk di situ ya." Mengarahkanku pada posisi tertentu. "Bapak ingin melukis kamu...."
Wah, rasanya senaaang bukan main. Bapak melukis sambil terus mendengarkan dan menanggapi celotehan kami. Hasil lukisannya bisa kunikmati hingga kini... di lukisan wajahku itu, yang kulihat adalah cinta seorang Bapak...
Selamat BULAN AYAH untuk Bapak dan kawan-kawan yang juga seorang Bapak...
Inilah caraku... cara seorang anak merayakannya...
~ Nuniek Harun Musawa ~
Senin, 10 Oktober 2016
PAMER CUCU
Cucumu sekarang berjumlah 24 orang. Terdiri dari 10 laki-laki dan 14 perempuan. Alhamdulillah ada doktor ada dokter, empat master lulusan Amerika, Taiwan ada juga yang ITB... sedangkan yang lain lulusan Melbourne Uni, RMIT, UI, UGM, ITB, ITS, UNDIP, UNIKA ATMAJAYA, UNJ, UPH, SARJANA WIYATA JOGYA, dan yang bungsu masih berada di SMA DE BRITO Yogyakarta.
Mereka ini adalah penerusmu, tunas-tunas bangsa penerus cita citamu... Mereka lahir dari anak-anakmu yang waktu kau tinggalkan menghadap-Nya, tiada satupun yang lulus sarjana dan berkeluarga... bahkan anak bungsumu yang terkecil masih berusia 7 bulan saat itu... Anak bungsu itu kini adalah seorang doktor/Phd lulusan Korea Selatan, masternya ia selesaikan di UGM dan sekarang menjadi guru seperti engkau dulu, mengajar di UGM pula... dan yang lain, dengan kegigihan ibu, hampir semua lulus sarjana, kecuali si sulung... aku...
Bapak, hari ini... di hari kelahiranmu, kami semua berdoa semoga Bapak bahagia dan lega... Cucu-cucumu mendapatkan ridho-Nya, mereka menjadi orang-orang yang kebeneran, sesuai doamu dulu... tiada satupun yang nakal... semoga ini membuatmu tersenyum... Oh ya... cicitmu 12 orang sekarang ini... dan cicit sulungmu, yang kebetulan cucu sulungku juga... kini sedang menempuh studinya di Jerman....
ALHAMDULILLAH....
AL FATEHAH untuk Bapakku R. Goenadi Prodjomulyono dan BERKAH DALEM GUSTI untuk ibuku Anastasia Soelastri Nurhayati.
~ Nuniek Harun Musawa ~
Senin, 03 Oktober 2016
Selamat jalan Ibu Herawati Diah ....
Jumat, 30 September 2016
Innalillahi wa innaillaihi rojiun...
Pertemuan pertamaku dengan beliau terjadi pada sekitar tahun 1975... Aku menghadap beliau di Hotel Arya Duta kepunyaannya untuk urusan sponsorship Pemilihan Puteri Remaja Indonesia.
Pertemuan berikutnya... kebetulan kami sering bertemu di acara pengajian Choirunnisa di kediaman ibu Harmoko sebulan sekali...
Ibu Herawati Diah adalah tokoh pelindung organisasi IKWI, Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia... Aku dan anggota pengurus beberapa kali diundang di Villanya...
Suatu kebetulan ketika stop over di London dari Chicago... aku dan dua anakku menginap di WISMA MERDEKA kepunyaan Deplu... Berjumpalah aku dengan ibu Diah... Selama di London inilah aku bisa jalan bersama... layaknya seorang ibu dengan putrinya... Ibu Diah sedang incognito, tanpa protokoler seperti biasanya... Beliau menanggalkan semua predikatnya... sebagai seorang pengusaha sukses tetapi waktu itu ibu menjadi seorang ibu yang bersahaja... Beliau bercerita dengan rileks, bercanda dengan anak-anakku dengan Bahasa Inggris... dan aku belajar banyak juga menikmatinya....
Foto ini diambil di meja makan waktu breakfast... sangat santai...
Terakhir aku jumpa beliau di MMC... Beliau menanyakan anakku Adiba... "Bagaimana anakmu yang pintar Bahasa Inggris itu, sudah kawinkah"... Beliau ingat dan tidak pikun... Subhanallah...
Tulisan ini kutulis di atas kereta Argobromo Anggrek menuju Pekalongan... Aku hanya bisa mengirim doa... Al Fatihah... Semoga khusnul khotimah... Aamiin.
Selamat jalan ibu Herawati Diah....
~ Nuniek Harun Musawa ~
Kamis, 29 September 2016
Kenangan Penataran P4
Pada era Orde Baru... untuk menjadi pemimpin redaksi media cetak, siapapun harus lulus penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) .... Saya menjalaninya untuk menjadi pemred Aneka Yess!, majalah yang paling besar oplaag dan readershipnya selama beberapa tahun berturut-turut menurut AC Nielsen...
Penataran satu bulan penuh, super disiplin. Tidak boleh sekalipun terlambat apalagi absen... Syarat tak cukup itu.... Selain harus anggota PWI, juga harus mendapat rekomendasi dari PWI. Ditambah rekomendasi dari pemred media cetak lain yang sudah aktif beberapa lama. Semua harus dipenuhi dengan ketat....
Luar biasa birokrasinya.. Yang sekarang sudah jauh lebih longgar... Betapa semua itu membutuhkan kesabaran tinggi dan ketekunan hati... Namun rasanya pengalaman penataran tetap menyenangkan, terlihat dari fotoku ini...hehehe....
~ Nuniek Harun Musawa ~
Selasa, 27 September 2016
Mengenang BAPAKKU
Bapakku, Raden Goenadi Prodjomuljono, adalah panengah dari lima bersaudara.... Pada zaman perang, beliau pernah menjadi tentara dengan pangkat kapten... Setelah perang usai, beliau kembali ke minat awalnya menjadi pendidik di sekolah teknik... Sampai pensiun beliau adalah kepala sekolah teknik negeri di Surakarta... Saya sangat bangga terhadap Bapak... Beliau mendidik putra-putrinya bahwa belajar adalah sesuatu yang fun... Tidak perlu dengan kening yang berkerut... Hari-hari masa kanak-kanak, kami bersepuluh sampai remaja, selalu bernyanyi bersama... Lagu-lagu tempo dulu dari karya Ismail Marzuki sampai Elvis Presley... Ya kami harus kerja keras, harus juara kelas, tapi kami menikmati prosesnya yang menyenangkan... bukan semata hasil akhirnya.... sehingga saya pernah membuatnya bangga, waktu lulus SMA, saya adalah Pelajar Teladan Cendekia dari SMAN 3 Surakarta… Bapak tidak pernah sekalipun tidak mengajak kami bepergian saat hari libur. Bersama-sama kami ke tempat-tempat wisata... Baik ke gunung maupun ke laut, kami dibuatnya mencintai tanah air... ke barat sampai ke Jakarta, ke timur sampai ke asal kakek di Situbondo dengan pasir putihnya yang menawan... Tiap malam Minggu kami pergi beramai-ramai, keliling kota, berakhir dengan kuliner... kami jelajahi tempat-tempat makan di Solo... duduk ngeriung kami bersama Bapak menikmati nasi liwet asli Baki, gudeg Solo, ketan dan jenangnya Mbok Kedul, nasi tumpangnya Mbah Wido… Kalau pengen sate kita pergi ke Tambak Segaran… Sotonya Soto Triwindu, timlonya Timlo Pak Harjo, kamarbola di Purwosari dan masih banyak lagi yang lain... Sayang...bapak menemani hanya sampai usia 51 tahun, dan bulan depan adalah bulan kelahiran beliau... andai masih hidup... beliau tahun ini berusia 98 tahun… Foto ini adalah foto Bapak dengan pakaian kerja tiap masuk keraton… Pada waktu itu sebagai seorang abdi dalem Keraton Surakarta, Bapak bekerja di bagian Nitikerto... Pekerjaan itu di bawah Pangeran Mangkubumi yang mengurusi bangunan keraton... Foto ini sengaja saya sandingkan… pada umur kami yang kira-kira sama… sama-sama 17 tahun...
~ Nuniek Harun Musawa ~
Jumat, 10 Juni 2016
"Memberi Masukan, Mendapat Tanggapan Positif dan Simpatik"
Awalnya, hanya ingin memberi masukan peristiwa 28 Mei lalu.... tentang frontliner jutek SEIBU Grand Indonesia.
Menurut saya, usaha kalau mau maju, ya harus mau mendengar kritik dan memperbaikinya.... Itu yang dilakukan oleh SEIBU Grand Indonesia. Saya dihubungi oleh Joan Rais selaku Store Manager, untuk menanggapi keluhan saya. Dengan sangat profesional, dia doing PR yang sangat bagus dan qualified. Saat menemui saya dan Mas Harun di Premium Lounge, terlihat sekali dia bertanggung jawab untuk memperbaiki kinerjanya.
Katanya... dari seribu staf untuk empat lantai SEIBU department store, pastilah ada satu, dua atau tiga yang tidak sesuai harapan. Bisa dimengerti sih... Tapi sebagai konsumen, so pasti... mengharapkan layanan yang selalu prima. Iya khan.....
Saya mengapresiasi SEIBU yang begitu cepat menanggapi situasi dengan sangat baik, untuk memperbaiki pelayanannya kepada pelanggan. Saya sangat menghargainya... Kekecewaan yang saya alami beberapa waktu lalu terasa terobati... Karena pada dasarnya saya adalah pelanggan loyal SEIBU, dan kelihatannya SEIBU merasa harus memberi pelayanan yang prima juga. SEIBU Grand Indonesia, sebagai tempat belanja... nyaman, berkelas, dengan program-program promo yang bagus, selain lokasinya memang sangat strategis...
Alhamdulillah... ternyata SEIBU masih mau mendengar keluhan customer dengan sangat baik....
~Nuniek Harun Musawa~
Langganan:
Postingan (Atom)