Rabu, 16 November 2016

Bulan Ayah, Lukisan Bapak...

nuniek harun musawa lukisan goenadi prodjomuljono

Bila kupandang lukisan ini, ingatan melayang ke teras rumah orang tuaku, rumah di mana aku tumbuh... di kota Solo, puluhan tahun silam... tahun 1964... Di bawah pohon bougenvil berbunga orange dan ungu selalu ada kanvas yang disandarkan.... Kanvas Bapak....

Hampir tiap sore Bapak duduk santai di sudut kanan teras itu, usai seharian mengajar. Aku dan adik-adikku, sesudah mandi dan rapi, selalu menghabiskan sore bersama Bapak. Ngobrol segala hal. Beliau adalah tempat kami bertanya apapun. Biasanya, di teras itu Bapak ngopi sambil melukis...

Bapak suka melukis alam. Suatu kali beliau berujar, "Coba kamu tetap duduk di situ ya." Mengarahkanku pada posisi tertentu. "Bapak ingin melukis kamu...."

Wah, rasanya senaaang bukan main. Bapak melukis sambil terus mendengarkan dan menanggapi celotehan kami. Hasil lukisannya bisa kunikmati hingga kini... di lukisan wajahku itu, yang kulihat adalah cinta seorang Bapak...

Selamat BULAN AYAH untuk Bapak dan kawan-kawan yang juga seorang Bapak...
Inilah caraku... cara seorang anak merayakannya...

~ Nuniek Harun Musawa ~

Senin, 10 Oktober 2016

PAMER CUCU


Bapak, ini pertanggungan jawab anak-anak seorang guru. Putra-putrimu bersepuluh, yang sekarang tinggal tujuh... nomor tiga, lima dan tujuh sudah mendahului menghadap-Nya menemanimu dan ibu...

Cucumu sekarang berjumlah 24 orang. Terdiri dari 10 laki-laki dan 14 perempuan. Alhamdulillah ada doktor ada dokter, empat master lulusan Amerika, Taiwan ada juga yang ITB... sedangkan yang lain lulusan Melbourne Uni, RMIT, UI, UGM, ITB, ITS, UNDIP, UNIKA ATMAJAYA, UNJ, UPH, SARJANA WIYATA JOGYA, dan yang bungsu masih berada di SMA DE BRITO Yogyakarta.

Mereka ini adalah penerusmu, tunas-tunas bangsa penerus cita citamu... Mereka lahir dari anak-anakmu yang waktu kau tinggalkan menghadap-Nya, tiada satupun yang lulus sarjana dan berkeluarga... bahkan anak bungsumu yang terkecil masih berusia 7 bulan saat itu... Anak bungsu itu kini adalah seorang doktor/Phd lulusan Korea Selatan, masternya ia selesaikan di UGM dan sekarang menjadi guru seperti engkau dulu, mengajar di UGM pula... dan yang lain, dengan kegigihan ibu, hampir semua lulus sarjana, kecuali si sulung... aku...

Bapak, hari ini... di hari kelahiranmu, kami semua berdoa semoga Bapak bahagia dan lega... Cucu-cucumu mendapatkan ridho-Nya, mereka menjadi orang-orang yang kebeneran, sesuai doamu dulu... tiada satupun yang nakal... semoga ini membuatmu tersenyum... Oh ya... cicitmu 12 orang sekarang ini... dan cicit sulungmu, yang kebetulan cucu sulungku juga... kini sedang menempuh studinya di Jerman....

ALHAMDULILLAH....

AL FATEHAH untuk Bapakku R. Goenadi Prodjomulyono dan BERKAH DALEM GUSTI untuk ibuku Anastasia Soelastri Nurhayati.

~ Nuniek Harun Musawa ~

Senin, 03 Oktober 2016

Selamat jalan Ibu Herawati Diah ....


Jumat, 30 September 2016 

Innalillahi wa innaillaihi rojiun...

Pertemuan pertamaku dengan beliau terjadi pada sekitar tahun 1975... Aku menghadap beliau di Hotel Arya Duta kepunyaannya untuk urusan sponsorship Pemilihan Puteri Remaja Indonesia. 
Pertemuan berikutnya... kebetulan kami sering bertemu di acara pengajian Choirunnisa di kediaman ibu Harmoko sebulan sekali... 
Ibu Herawati Diah adalah tokoh pelindung organisasi IKWI, Ikatan Keluarga Wartawan Indonesia... Aku dan anggota pengurus beberapa kali diundang di Villanya... 
Suatu kebetulan ketika stop over di London dari Chicago... aku dan dua anakku menginap di WISMA MERDEKA kepunyaan Deplu... Berjumpalah aku dengan ibu Diah... Selama di London inilah aku bisa jalan bersama... layaknya seorang ibu dengan putrinya... Ibu Diah sedang incognito, tanpa protokoler seperti biasanya... Beliau menanggalkan semua predikatnya... sebagai seorang pengusaha sukses tetapi waktu itu ibu menjadi seorang ibu yang bersahaja... Beliau bercerita dengan rileks, bercanda dengan anak-anakku dengan Bahasa Inggris... dan aku belajar banyak juga menikmatinya.... 
Foto ini diambil di meja makan waktu breakfast... sangat santai... 
Terakhir aku jumpa beliau di MMC... Beliau menanyakan anakku Adiba... "Bagaimana anakmu yang pintar Bahasa Inggris itu, sudah kawinkah"... Beliau ingat dan tidak pikun... Subhanallah... 
Tulisan ini kutulis di atas kereta Argobromo Anggrek menuju Pekalongan... Aku hanya bisa mengirim doa... Al Fatihah... Semoga khusnul khotimah... Aamiin. 

Selamat jalan ibu Herawati Diah....

~ Nuniek Harun Musawa ~

Kamis, 29 September 2016

Kenangan Penataran P4


Pada era Orde Baru... untuk menjadi pemimpin redaksi media cetak, siapapun harus lulus penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) .... Saya menjalaninya untuk menjadi pemred Aneka Yess!, majalah yang paling besar oplaag dan readershipnya selama beberapa tahun berturut-turut menurut AC Nielsen...

Penataran satu bulan penuh, super disiplin. Tidak boleh sekalipun terlambat apalagi absen... Syarat tak cukup itu.... Selain harus anggota PWI, juga harus mendapat rekomendasi dari PWI. Ditambah rekomendasi dari pemred media cetak lain yang sudah aktif beberapa lama. Semua harus dipenuhi dengan ketat....

Luar biasa birokrasinya.. Yang sekarang sudah jauh lebih longgar... Betapa semua itu membutuhkan kesabaran tinggi dan ketekunan hati... Namun rasanya pengalaman penataran tetap menyenangkan, terlihat dari fotoku ini...hehehe....

~ Nuniek Harun Musawa ~

Selasa, 27 September 2016

Mengenang BAPAKKU

nuniek harun musawa

Bapakku, Raden Goenadi Prodjomuljono, adalah panengah dari lima bersaudara.... Pada zaman perang, beliau pernah menjadi tentara dengan pangkat kapten... Setelah perang usai, beliau kembali ke minat awalnya menjadi pendidik di sekolah teknik... Sampai pensiun beliau adalah kepala sekolah teknik negeri di Surakarta... Saya sangat bangga terhadap Bapak... Beliau mendidik putra-putrinya bahwa belajar adalah sesuatu yang fun... Tidak perlu dengan kening yang berkerut... Hari-hari masa kanak-kanak, kami bersepuluh sampai remaja, selalu bernyanyi bersama... Lagu-lagu tempo dulu dari karya Ismail Marzuki sampai Elvis Presley... Ya kami harus kerja keras, harus juara kelas, tapi kami menikmati prosesnya yang menyenangkan... bukan semata hasil akhirnya.... sehingga saya pernah membuatnya bangga, waktu lulus SMA, saya adalah Pelajar Teladan Cendekia dari SMAN 3 Surakarta… Bapak tidak pernah sekalipun tidak mengajak kami bepergian saat hari libur. Bersama-sama kami ke tempat-tempat wisata... Baik ke gunung maupun ke laut, kami dibuatnya mencintai tanah air... ke barat sampai ke Jakarta, ke timur sampai ke asal kakek di Situbondo dengan pasir putihnya yang menawan... Tiap malam Minggu kami pergi beramai-ramai, keliling kota, berakhir dengan kuliner... kami jelajahi tempat-tempat makan di Solo... duduk ngeriung kami bersama Bapak menikmati nasi liwet asli Baki, gudeg Solo, ketan dan jenangnya Mbok Kedul, nasi tumpangnya Mbah Wido… Kalau pengen sate kita pergi ke Tambak Segaran… Sotonya Soto Triwindu, timlonya Timlo Pak Harjo, kamarbola di Purwosari dan masih banyak lagi yang lain... Sayang...bapak menemani hanya sampai usia 51 tahun, dan bulan depan adalah bulan kelahiran beliau... andai masih hidup... beliau tahun ini berusia 98 tahun… Foto ini adalah foto Bapak dengan pakaian kerja tiap masuk keraton… Pada waktu itu sebagai seorang abdi dalem Keraton Surakarta, Bapak bekerja di bagian Nitikerto... Pekerjaan itu di bawah Pangeran Mangkubumi yang mengurusi bangunan keraton... Foto ini sengaja saya sandingkan… pada umur kami yang kira-kira sama… sama-sama 17 tahun...
~ Nuniek Harun Musawa ~

Jumat, 10 Juni 2016

"Memberi Masukan, Mendapat Tanggapan Positif dan Simpatik"

nuniek harun musawa SEIBU with Joan

Awalnya, hanya ingin memberi masukan peristiwa 28 Mei lalu.... tentang frontliner jutek SEIBU Grand Indonesia.

Menurut saya, usaha kalau mau maju, ya harus mau mendengar kritik dan memperbaikinya.... Itu yang dilakukan oleh SEIBU Grand Indonesia. Saya dihubungi oleh Joan Rais selaku Store Manager, untuk menanggapi keluhan saya. Dengan sangat profesional, dia doing PR yang sangat bagus dan qualified. Saat menemui saya dan Mas Harun di Premium Lounge, terlihat sekali dia bertanggung jawab untuk memperbaiki kinerjanya.

Katanya... dari seribu staf untuk empat lantai SEIBU department store, pastilah ada satu, dua atau tiga yang tidak sesuai harapan. Bisa dimengerti sih... Tapi sebagai konsumen, so pasti... mengharapkan layanan yang selalu prima. Iya khan.....

Saya mengapresiasi SEIBU yang begitu cepat menanggapi situasi dengan sangat baik, untuk memperbaiki pelayanannya kepada pelanggan. Saya sangat menghargainya... Kekecewaan yang saya alami beberapa waktu lalu terasa terobati... Karena pada dasarnya saya adalah pelanggan loyal SEIBU, dan kelihatannya SEIBU merasa harus memberi pelayanan yang prima juga. SEIBU Grand Indonesia, sebagai tempat belanja... nyaman, berkelas, dengan program-program promo yang bagus, selain lokasinya memang sangat strategis...

Alhamdulillah... ternyata SEIBU masih mau mendengar keluhan customer dengan sangat baik....

~Nuniek Harun Musawa~

Jumat, 27 Mei 2016

Frontliner SEIBU Grand Indonesia Jutek

Jumat siang (27/5/2016) saya berbelanja di SEIBU, Grand Indonesia, membeli produk Yves Saint Laurent. Saya pelanggan setia, selalu belanja di situ. Eh kebetulan ada promo mendapat voucher senilai Rp 900 ribu setelah belanja Rp 2 juta, ya alhamdulillah... Katanya, voucher itu hanya diberikan ke 190 orang. Program bagus dong...

Selesai belanja dan membayar dengan Citibank, saya harus ke sebuah front desk untuk mendapat voucher itu. Satu frontliner perempuan di balik meja dengan latar bertuliskan "SERVICE" tengah melayani satu pelanggan. Saya mengantri. Setelah beberapa saat, saya merasa durasi pelayanannya tidak wajar. Terlalu lama. Sementara saya sudah harus ke lokasi lain.

Saya bertanya pada frontliner itu, "apa masih lama?" Tidak dijawab, sampai tiga kali saya bertanya. Alih-alih dengan ramah menunjukkan front desk lain mana yang dapat segera melayani, ia justru memasang wajah kesal dan menjawab dengan nada ketus. "Ya lama!"

Saya melihat sekeliling departement store itu... sepiiii... pengunjung hanya segelintir.
Lalu untuk apa membuat promo memberi voucher, jika kinerja frontlinernya tidak dibenahi....?
Sedang sepi saja tidak dapat memberi pelayanan yang ramah, bagaimana kalau ramai...?
Atau karena saat itu sekitar jam 12 siang... mungkin frontliner itu sedang lapar...? Entah lah...

Meski kemudian saya dilayani dan ia minta maaf, tetap saja saya merasa kok begitu amat ya... Bekerja kok kayak nggak hepi.

Saya menulis ini untuk perbaikan pelayanan. Kepada Sales and Service Manager SEIBU Grand Indonesia, latihlah frontliners Anda dengan lebih baik.

~Nuniek Harun Musawa~

Selasa, 24 Mei 2016

Berkebun di Rumah

Panen hasil kebun rumah belakang pensiunan wartawan... hehehe... Lumayan ya... ada kangkung, caisim, timun, cabe... tomatnya belum matang..

~Nuniek Harun Musawa~

Kenapa perlu Aneka? Kan sudah ada MODE...

Menjawab Pertanyaan Model-model, Bu Nuniek Curhat....

MODE Aneka Nuniek Harun Musawa

Ternyata... MODE, bayi yang aku lahirkan di akhir tahun 1986, setelah aku berhenti bekerja di tempatku yang lama pada awal 1986, tidak bisa kutimang lebih lama.... Untung pada awal-awal 90-an aku punya kesempatan melahirkan bayi baru, sebagai adik MODE yang bernama Aneka.

Untuk menerbitkan kedua majalah tersebut dengan rentang waktu kurang lebih empat tahun, aku harus mencari modal... mencari tim... dan dengan gerilya di belantara perizinan penerbitan majalah di zaman Orde Baru... aku harus mencari izin terbit.

Layaknya suatu usaha, adalah hasil sinergi dari berbagai disiplin. Untuk membuat produk yang bagus perlu tim produksi yang prima. Menjualnya perlu strategi jitu untuk berhasil... Harus ditunjang oleh manajemen keuangan yang multi-disiplin.

MODE dan Aneka adalah satu sinergi marketing yang digagas matang. MODE menerapkan pola bisnis product oriented. Produknya unggul, pencipta tren, kurang berorientasi pasar. Sedang Aneka mengambil jalur market oriented sehingga terbukti bisa menguasai pasar. Dengan strategi sinergi marketing di atas, pesaing tidak ada peluang....

Tidak semua anggota tim penerbitan sadar akan strategi usaha... Terjadilah suatu kejadian.... Aku sebagai pemrakarsa, pencari modal, pencari izin, pembentuk tim... terpaksa harus menerima nasib...aku harus rela Perusahaan yang aku dirikan dengan sepenuh hati... memecatku untuk tidak mengelola MODE selanjutnya...

Untung aku punya Aneka. Aku harus membesarkannya, bersaing dengan produk yang kulahirkan, untuk menang di pasar. Sangat sangat sulit waktu itu... Aku harus menanggung hutang MODE kepada supplier kertas, pencetak dan lain-lain, tapi aku tidak bisa menagih piutang karena perusahaan dikuasai pihak lain....

Tidak terlalu lama...dalam waktu yang relatif singkat, Aneka Yess! menjadi majalah remaja nomor satu untuk oplaag dan awareness, dan MODE salah urus dan akhirnya mati! Sayang ya... tidak bisa terbit lagi.

Allahu Akbar... Allah Maha Besar...
Becik ketitik Ala ketara...
Dengan waktu semua terjawab...
Aku pensiun dengan tertawa... Hahaha...

~Nuniek Harun Musawa~

Senin, 23 Mei 2016

Hip Hip Hura, Back to 90's Reunion, ex model dan pekerja seni tiga media: Mode, GADIS, Aneka Yess!

nuniek harun musawa vivid argarini
Vivid... remaja beruntung mejeng di masa jayanya tiga majalah...

Masa remaja adalah masa yang paling indah dalam hidup manusia... Remaja berlomba-lomba ingin menjadi cover majalah pada masa jayanya.... Begitulah adanya... muncullah GADIS Sampul, Covergirl dan Coverboy...

Akulah orang yang paling bahagia... karena aku pernah bekerja di Majalah GADIS sebagai Kepala Bagian Iklan selama lebih dari sepuluh tahun. Kemudian Majalah MODE dan Aneka Yess! terbit, aku yang mendirikannya. Idih... risih juga ya... masa' semua aku.... Tapi itulah adanya....

nuniek harun musawa vivid argarini

Setelah pensiun kini dan lewatnya masa jaya majalah... aku tetap bahagia.... melihat model dan pekerja seni bisa berkreasi minggu lalu.... Selamat ya semuanya... untuk suksesnya acara reuni. Maaf ya saya absen karena berbarengan dengan doa bersama menjelang puasa dan juga ada manten....

Senang Mbak Vivid yang lebih dari sepuluh tahun belakangan memimpin Aneka Yess! bisa mewakili hadir... Ini kenangan Mbak Vivid mejeng sebagai cover di tiga majalah yang terbit di masa jayanya....

nuniek harun musawa vivid argarini

~Nuniek Harun Musawa~

Happy Story... Berkat doa si anak sholeh...

Sebelum pensiun, saya adalah penerbit beberapa majalah, salah satunya majalah remaja Aneka Yess!. Anak buahku muda-muda... Salah satu di antaranya adalah Ayu, seorang desainer grafis. Mungil, lucu, simple dan cuek... layaknya generasi Y masa kini, gawai andalan hidupnya....


nuniek harun musawa happy story ayu jay drew
Keluarga Drew bersama anakku, Vivid

Pria muda dari Bath UK, lewat FB kenalan dan akhirnya menikah dengan Ayu. Seru ya... proses kenalannya singkat. Jay Drew, namanya, bela-belain minta izin magang di kantor saya, agar bisa selalu dekat dengan Ayu selama berkunjung ke Indonesia. Kok ya saya itu percaya saja, mereka akhirnya sekantor berdua beberapa lama. Dan serunya lagi, pertemanan itu berlanjut sampai keluarga Jay melamar Ayu di Jakarta.

Kini mereka tinggal di Bath, di rumah keluarga yang berupa estate luas... penuh dengan hewan ternak seperti kuda, ayam, kambing, kalkun dan yang lain... di belakang sebuah rumah besar dengan pintu gerbang yang megah....

Sampai saat ini, silaturahmi kami dengan keluarga Drew terjalin terus. Putri sulung saya, Vivid, menyempatkan berkunjung ke keluarga Drew usai menjadi dosen tamu di sebuah kampus di Huddersfield, England, pada 2013. Sebaliknya, keluarga besar Drew selalu mengunjungi kami setiap ke Jakarta.

Ngulik perkenalan awalnya dari dunia maya, kenapa Ayu percaya Jay tidak menipu atau berniat jahat? Ayu sempat cerita, waktu Jay akan menemuinya pertama kali, Jay mengirim uang untuk biaya penjemputan dan akomodasi selama di Indonesia. Dari situ Ayu yakin, Jay tulus dan serius membina hubungan... jelas dia bukan bule penipu. Sebaliknya, Jay percaya kredibiliti Ayu karena dia bekerja di kantor media saya yang websitenya gampang diakses dan meyakinkan.

Ya... namanya berkat doa si anak sholeh... Sudah suratan kali ya... memang sudah takdir jodohnya... Semoga happily ever after... Hahaha....
nuniek harun musawa happy story ayu
Keluarga Drew dan cucu-cucuku

~Nuniek Harun Musawa~

Jumat, 20 Mei 2016

Nuniek Harun Musawa - Founder & Owner Aneka Yess! Group - Dreams, Be Creative and Make It Happen!


Many famous people inspire us, tapi ada seorang Ibu amat sangat menginspirasi kami, YESS! Team untuk selalu concern mewarnai kehidupan remaja Indonesia lewat fun articles and activities. Let's meet pendiri dan pemilik Aneka Yess! Group, Ibu Nuniek H. Musawa. Simak cerita her fun teenage life yang diyakini jadi salah satu kunci sukses karirnya hingga sekarang.

"Mimpi Saya Tidak 'Di-Edit'"
Jangan bayangkan kehidupan remaja di kota modern, ke sekolah diantar mobil mewah dan pulangnya bisa seru hang out di mall. Ibu Nuniek, kelahiran 25 Desember 68 tahun silam, besar di kota Solo, di tengah keluarga bersahaja. Ayahnya seorang kepala sekolah, dan ibunya pedagang di pusat batik Pasar Klewer, Solo.

Di masa remajanya, Ibu Nuniek sangat supel, pemberani, kreatif dan berani bermimpi. "Mimpi saya tidak pernah saya 'edit' atau 'di-edit' oleh orang tua saya. Bebas. Ayah saya rajin mengajak nonton film-film luar negeri di bioskop, yang membuat saya berkhayal, 'Suatu saat saya akan ke Hawaii, akan keliling dunia,' Haha...," cerita Ibu Nuniek yang sejak kecil ngefans Elvis Presley ini.


Bikin Puisi di Grojogan Sewu
Ayahanda Ibu Nuniek, yaitu Bapak Goenadi Projomulyono, disebut telah membuat masa remajanya begitu menyenangkan. Pak Goenadi tuh di samping seorang guru, beliau juga seorang seniman lukis yang selalu kreatif meng-create kegiatan untuk anak-anaknya.

"Tiap liburan, Bapak selalu mengajak jalan-jalan pelesir ke tempat-tempat rekreasi wisata, seperti ke Tawangmangu, Kopeng, Bandungan, Parang Tritis, Surabaya dan Jakarta, bahkan wisata religi," cerita Ibu Nuniek yang anak tertua dari sepuluh bersaudara ini.

Yang seru, kalau main di air terjun Grojogan Sewu itu sang ayah kadang meminta anak-anaknya menulis puisi. "Wahh.. itu menyenangkan banget. Sambil duduk-duduk di batu-batu sungai, dikelilingi hutan cemara, kami menulis puisi dan nyanyi bareng. Asiik lho... karena pemandangan indah dan udara sejuk bikin makin terinspirasi kaan. Tak kalah layaknya seperti di film Sound of Music di Zalsburg, Swiss." Wuiihh... seru yaa!

Ibu Nuniek (depan, tengah) bersama sembilan adiknya

Selalu Cari Pengalaman Baru

Ibu Nuniek nggak mau masa remajanya bisasa saja. "Kalau dibandung teman-teman sekolah saya yang kaya, mereka tuh langit, saya sumur. Jadi bukan bumi lagi, tapi sumur, haha...." kata Ibu Nuniek mengibaratkan.

"Tapi saya tuh selalu berusaha bisa ikut merasakan pengalaman mereka juga. Misalnya, meski keluarga saya bukan orang kaya, saya ingin bisa menikmati berenang di taman rekreasi yang indah. Jadi kami niat banget bersepeda ke kolam renang Tirtomoyo di Jebres, which is itu jauh dari rumah saya, lho. Sekarang kalau saya ingin berenang tinggal nyebur. Rumah-rumah saya semua berkolam renang."

Karena suka nonton film, Ibu Nuniek juga suka berkhayal bisa dekat dengan para seleb. "Jadi kalau ada syuting film di Solo, waah... saya ngejar tu sampai bisa ketemu dan minta tanda-tangan mereka di hotel. Hahaha..."
 Kreatif Mengatasi Keterbatasan
Ibu Nuniek juga nggak pernah minder, apalagi surut semangat karena ortunya nggak bisa selalu membelikan apa yang dia inginkan. "Orang tua bukan nggak mampu, tetapi saat itu sulit mencari toko untuk membelikan baju renang. Maka saya jahit sendiri dari bahan selendang batik, dan saya kreasikan jadi keren seperti yang saya lihat di film-film," cerita Ibu Nuniek yang sudah bisa menjahit baju sejak kelas 5 SD ini. Kreatif banget yaa!

Sebagai kakak tertua, Ibu Nuniek punya kewajiban belanja ke pasar setiap pagi sebelum sekolah siang. "Tapi ya saya enjoy aja tiap pagi naik sepeda jengki ke pasar. Pakai baju yang gaya, topi lebar dan sampai keranjang belanja saya hias dengan pita-pita matching dengan baju saya. Belanjaannya pun saya rapikan di keranjang, biar kalau dilihat orang kelihatan tertata rapi dan gaya. Haha... Pokoknya yang penting stylish deeh." Saluut!



Lulusan Terbaik di SMA-nya
Nah, soal prestasi akademis, Ibu Nuniek juga nggak pernah ngeremehin. "Waktu naik kelas 2 SMA, nilai saya bagus sehingga bebas pilih jurusan apa saja. Saya pilih Budaya, dan lulus SMA jadi yang terbaik sampai meraih predikat Pelajar Teladan Cendekia."

Wah... hebat kaan. Lagi-lagi, resep jadi pelajar terbaik itu aktif dan kreatif. "Waktu bikin karya tulis tentang kunjungan ke candi-candi, semua teman bikinnya tulisan aja. Nah, saya bikin menarik dengan foto-foto saya di candi-candi itu. Haha... pokoknya narsis, tapi malah dapet nilai bagus," cerita Ibu Nuniek.



Being an Actress, Dreams Come True!
Dengan selalu aktif, maka banyak kesempatan bagus datang. Di masa kuliah, Ibu Nuniek mengikuti pemilihan Ratu Pasar Klewer. "Pemilihan bergengsi saat itu, dan bayangkan saja, saingan saya pakai baju-baju yang bagus. Sementara saya biasa saja, tapi saya buat dengan segala kreasi yang saya bisa."
And taddaa! Dengan modal percaya diri tinggi, Ibu Nuniek meraih Juara 1 di kompetisi yang berlangsung tahun 1971 itu. Pemilihan itu lalu membuka banyak peluang untuk Ibu Nuniek berkarir menjadi aktris. Wah, dreams come true!

Kehidupan Ibu Nuniek lalu banyak berubah dengan tinggal di Jakarta, dan bisa menikmati kehidupan kelas atas yang jadi impiannya. Beberapa film yang telah dibintanginya, yaitu Api di Bukit Menoreh (1971), Samtidar (1972), Janur Kuning (1979), juga seriap Keluarga Berencana, dan yang terakhir film Jakarta 66 (1987)

Bahagianya kini bersama putra-putri dan cucu
How to Deal with Failure
Tapi, Ibu Nuniek sempat ngerasa gagal juga. Yaitu saat dia ngga bisa melanjutkan kuliah S1 Hukum-nya. Padahal setelah tinggal di Jakarta dan bekerja di majalah Femina, semua rekan kerjanya berpendidikan lebih tinggi.

"Lagi-lagi saya nggak mau menyerah dengan kekurangan saya saat itu. Saya kejar dengan kerja lebih keras. Ibaratnya rekan kerja bekerja delapan jam, maka saya harus kerja 16 jam. Rekan kerja saya sudah cas cis cus berbahasa Inggris, saya pun 'ngejar' dengan alasan les setelah pulang kerja."

Kreatif mengatasi kekurangan diri, dan gigih mewujudkan impian, membuat karir Ibu Nuniek di dunia media pun maju pesat. Hingga akhirnya bisa bekerja lebih dari 40 tahun selaras dengan hobinya, dan sekarang bisa memiliki grup media antara lain Keren Beken dan Aneka Yess!, dan beberapa media yang lain. Impian bisa keliling dunia telah terwujud, bahkan kini Ibu lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya di Melbourne, dan Kuala Lumpur, Bandung dan Bali.

" Buat saya, apa yang saya raih, bukan karena kegigihan saya saja, tapi yang utama adalah rahmat Tuhan adalah rahmat Tuhan yang saya syukuri dengan kerja keras, yang saya yakini  bisa memberi berkah," pesan Ibu Nuniek.

Sehari Dua Kali Hamil

nuniek harun musawa janur kuning

Namanya barangkali tak gampang diingat: Trimurni Gunastri Hadiwidjayanti. Maka ia lebih ngepop dipanggil Nuniek. Dilahirkan di Solo 68 tahun lalu, ia memerankan tokoh Ny. Tien, istri Letkol Soeharto dalam film Janur Kuning. Sejak tahun 1971, setelah dinobatkan sebagai Ratu Pasar Klewer oleh Ny. Tien Soeharto, ia mulai mengenal dunia film. Pertama ia muncul sebagai Sekar Mirah, wanita keras hati yang diperebutkan dua perjaka dalam film Api di Bukit Menoreh, lalu tampil pula dalam film Samtidar, dan lain-lain. Main film baginya adalah selingan. Karena sehari-hari sebagai wanita pekerja full time.

nuniek harun musawa janur kuning

Berikut ini ia menuliskan kesan-kesannya sewaktu mengikuti syuting Janur Kuning:

"Setelah genap enam tahun bekerja di majalah, dan tak pernah mimpi atau mengangankan menjadi pemain film kembali, tiba-tiba saya ditawari untuk berperan dalam sebuah film perang. Peran yang tidak tanggung-tanggung: sebagai Ibu Tien Soeharto yang sekarang menjadi Ibu Negara. Bimbang juga rasa hati ini. Saya adalah karyawati yang punya tanggung jawab, di lain pihak ingin juga rasanya untuk dapat berbuat sesuatu di luar kerja rutin yang kadang-kadang terasa menyekap.

Setelah mendapat izin dari kantor, lebih-lebih setelah mengingat bahwa peran yang saya mainkan ini mungkin tak 'kan terulang lagi seumur hidup, maka saya pun berbulat tekad. Tapi barangkali yang lebih memantapkan hati saya adalah, setelah mendapat petunjuk-petunjuk dari Ibu Tien langsung.

Hari pertama pengambilan gambar di Yogyakarta, rasanya saya kikuk sekali karena baru pertama kali itu saya bertemu dengan lawan main saya yang justru harus berperan sebagai suami istri. Sambil berhias dan didandani sebagai wanita hamil, saya ngobrol-ngobrol dengan Bung Kahar agar pada pengambilan gambar berikutnya tidak kaku lagi.

nuniek harun musawa janur kuning

Pada pengambilan gambar hari kedua, saya diberi tahu bahwa shooting adegan hamil tua sudah selesai. Saya pun lega. Handuk, tutup panci dan lain-lain yang membebani perut saya, satu per satu saya tanggalkan. Lalu menginjak pada adegan setelah melahirkan Tutut, putri pertama Ibu Tien. Sesudah action begini-begitu, tiba-tiba saya diberi tahu bahwa ada adegan yang lupa terambil pada periode hamil tua. Wah, kesal juga hati saya. Sudah langsing, disuruh hamil lagi. Kembali saya direpotkan memasang handuk dan tutup panci, berpura-pura hamil.

Bagaimanapun, ini adalah pengalaman yang tak mudah saya lupakan. Bahkan, saya benar-benar seperti mimpi, karena tak disangka-sangka. Tak saya duga karena saya kira dulu Pak Alam hanya main-main saja menawari saya main film. Selama tiga hari itu benar-benar saya sibuk, hingga tidur pun tak lelap, namun semua itu mengasyikan."

Kamis, 19 Mei 2016

Mengenang Ibundaku....

nuniek harun musawa dan soelastri

Seorang wanita pengusaha yang tangguh di Solo...
Perias Pengantin jawa gaya Surakarta yang kondang...
Seorang seniman tulen, piawai menari, penabuh semua instrumen gamelan jawa...
Pengendang wanita yang belum tertandingi dan juga bersuara merdu...

Saya sangat bangga... sayang foto beliau ini kwalitasnya kurang prima... tapi cukup menghibur... kusandingkan dengan fotoku di usia yang sama... sama-sama berusia 44 tahun....
Kuunggah bulan ini... karena tanggal 12 Mei adalah hari ulang tahun beliau...

~Nuniek Harun Musawa~

Rabu, 18 Mei 2016

Nostalgia di bulan Mei...

Nuniek di Api di Bukit Menoreh
Kebetulan mantu ponakan di Jogja, sempat-sempatin nonton AADC2. Siang di hari berikutnya, nemenin Mas Harun ngopi di Hotel Aman Jiwo, menikmati Bukit Menoreh sebagai background, dan menatap Borobudur di kejauhan.

Membawa anganku ke hampir setengah abad yang lalu, di tahun 1971, aku terlibat dalam pembuatan film kolosal Api di Bukit Menoreh... Film yang diangkat dari novel karya S.H. Mintardja yang dimuat bersambung di koran Kedaulatan Rakyat dan dibukukan. Film yang diproduksi oleh PENAS Film Studio, disutradarai oleh sineas senior Djadoeg Djajakusuma. Pak Djadoeg adalah budayawan yang berkiprah di Dewan Kesenian Jakarta yang juga dosen Film di IKJ.

Lucu ya... romantisme Rangga dan Cinta di Punthuk Setumbu mengingatkanku adegan Agung Sedayu dan gadis desa Sekar Mirah, yang aku perankan dengan Mas Sentot Sudiharto sebagai pemeran utama wanita dan pria. Seruu dan asyik nostalgia syuting di Jogja di bulan Mei yang tak pernah kulupakan.... Jogja memang istimewa... Punya gunung, bukit dan pantai... Banyak setting film di sana.

Sayang ya... mungkin Mira Lesmana dan Riri Riza baru lahir waktu itu... ha ha ha... Senior mereka di IKJ, Pak Djadoeg Djajakusuma, belum menikmati kemajuan teknologi seperti waktu mereka membuat AADC2 saat ini... Jelas lah bedanya... Tapi bagaimanapun, film itu untukku sangat berkesan... yang akhirnya membawa aku, gadis Solo yang juga menari, berkiprah di ibukota....

~Nuniek Harun Musawa~

Selasa, 16 Februari 2016

Resep "Diet Bawal Steam"


Mulai pekan ini, Budhe Nuniek menjalankan pola makan diet rendah garam dan rendah protein. No protein nabati. Protein hewani dianjurkan, namun dari seafood yang diperbolehkan hanya ikan. Baik ikan air tawar maupun laut.

Diet Bawal Steam

by Harun Musawa

1. Bersihkan ikan. Lumuri dengan jeruk nipis, garam dan merica. Diamkan 15 menit.

2. Siapkan jahe dan spring onion (daun bawang), potong lidi. Keprek bawang putih. Taburkan ketiganya di bawah dan di atas ikan, lalu steam selama 20-30 menit.

3. Menjelang matang, tambahkan cabai merah yang telah diiris miring.

4. Angkat ikan dari steamer, siram dengan minyak zaitun panas.

5. Sebagai garnish, taburkan daun ketumbar (kali ini belum beli). Ditanggung mak nyus.

Punya resep menu rendah garam dan rendah protein? Yuk, berbagi di sini!