Jumat, 27 Mei 2016

Frontliner SEIBU Grand Indonesia Jutek

Jumat siang (27/5/2016) saya berbelanja di SEIBU, Grand Indonesia, membeli produk Yves Saint Laurent. Saya pelanggan setia, selalu belanja di situ. Eh kebetulan ada promo mendapat voucher senilai Rp 900 ribu setelah belanja Rp 2 juta, ya alhamdulillah... Katanya, voucher itu hanya diberikan ke 190 orang. Program bagus dong...

Selesai belanja dan membayar dengan Citibank, saya harus ke sebuah front desk untuk mendapat voucher itu. Satu frontliner perempuan di balik meja dengan latar bertuliskan "SERVICE" tengah melayani satu pelanggan. Saya mengantri. Setelah beberapa saat, saya merasa durasi pelayanannya tidak wajar. Terlalu lama. Sementara saya sudah harus ke lokasi lain.

Saya bertanya pada frontliner itu, "apa masih lama?" Tidak dijawab, sampai tiga kali saya bertanya. Alih-alih dengan ramah menunjukkan front desk lain mana yang dapat segera melayani, ia justru memasang wajah kesal dan menjawab dengan nada ketus. "Ya lama!"

Saya melihat sekeliling departement store itu... sepiiii... pengunjung hanya segelintir.
Lalu untuk apa membuat promo memberi voucher, jika kinerja frontlinernya tidak dibenahi....?
Sedang sepi saja tidak dapat memberi pelayanan yang ramah, bagaimana kalau ramai...?
Atau karena saat itu sekitar jam 12 siang... mungkin frontliner itu sedang lapar...? Entah lah...

Meski kemudian saya dilayani dan ia minta maaf, tetap saja saya merasa kok begitu amat ya... Bekerja kok kayak nggak hepi.

Saya menulis ini untuk perbaikan pelayanan. Kepada Sales and Service Manager SEIBU Grand Indonesia, latihlah frontliners Anda dengan lebih baik.

~Nuniek Harun Musawa~

Selasa, 24 Mei 2016

Berkebun di Rumah

Panen hasil kebun rumah belakang pensiunan wartawan... hehehe... Lumayan ya... ada kangkung, caisim, timun, cabe... tomatnya belum matang..

~Nuniek Harun Musawa~

Kenapa perlu Aneka? Kan sudah ada MODE...

Menjawab Pertanyaan Model-model, Bu Nuniek Curhat....

MODE Aneka Nuniek Harun Musawa

Ternyata... MODE, bayi yang aku lahirkan di akhir tahun 1986, setelah aku berhenti bekerja di tempatku yang lama pada awal 1986, tidak bisa kutimang lebih lama.... Untung pada awal-awal 90-an aku punya kesempatan melahirkan bayi baru, sebagai adik MODE yang bernama Aneka.

Untuk menerbitkan kedua majalah tersebut dengan rentang waktu kurang lebih empat tahun, aku harus mencari modal... mencari tim... dan dengan gerilya di belantara perizinan penerbitan majalah di zaman Orde Baru... aku harus mencari izin terbit.

Layaknya suatu usaha, adalah hasil sinergi dari berbagai disiplin. Untuk membuat produk yang bagus perlu tim produksi yang prima. Menjualnya perlu strategi jitu untuk berhasil... Harus ditunjang oleh manajemen keuangan yang multi-disiplin.

MODE dan Aneka adalah satu sinergi marketing yang digagas matang. MODE menerapkan pola bisnis product oriented. Produknya unggul, pencipta tren, kurang berorientasi pasar. Sedang Aneka mengambil jalur market oriented sehingga terbukti bisa menguasai pasar. Dengan strategi sinergi marketing di atas, pesaing tidak ada peluang....

Tidak semua anggota tim penerbitan sadar akan strategi usaha... Terjadilah suatu kejadian.... Aku sebagai pemrakarsa, pencari modal, pencari izin, pembentuk tim... terpaksa harus menerima nasib...aku harus rela Perusahaan yang aku dirikan dengan sepenuh hati... memecatku untuk tidak mengelola MODE selanjutnya...

Untung aku punya Aneka. Aku harus membesarkannya, bersaing dengan produk yang kulahirkan, untuk menang di pasar. Sangat sangat sulit waktu itu... Aku harus menanggung hutang MODE kepada supplier kertas, pencetak dan lain-lain, tapi aku tidak bisa menagih piutang karena perusahaan dikuasai pihak lain....

Tidak terlalu lama...dalam waktu yang relatif singkat, Aneka Yess! menjadi majalah remaja nomor satu untuk oplaag dan awareness, dan MODE salah urus dan akhirnya mati! Sayang ya... tidak bisa terbit lagi.

Allahu Akbar... Allah Maha Besar...
Becik ketitik Ala ketara...
Dengan waktu semua terjawab...
Aku pensiun dengan tertawa... Hahaha...

~Nuniek Harun Musawa~

Senin, 23 Mei 2016

Hip Hip Hura, Back to 90's Reunion, ex model dan pekerja seni tiga media: Mode, GADIS, Aneka Yess!

nuniek harun musawa vivid argarini
Vivid... remaja beruntung mejeng di masa jayanya tiga majalah...

Masa remaja adalah masa yang paling indah dalam hidup manusia... Remaja berlomba-lomba ingin menjadi cover majalah pada masa jayanya.... Begitulah adanya... muncullah GADIS Sampul, Covergirl dan Coverboy...

Akulah orang yang paling bahagia... karena aku pernah bekerja di Majalah GADIS sebagai Kepala Bagian Iklan selama lebih dari sepuluh tahun. Kemudian Majalah MODE dan Aneka Yess! terbit, aku yang mendirikannya. Idih... risih juga ya... masa' semua aku.... Tapi itulah adanya....

nuniek harun musawa vivid argarini

Setelah pensiun kini dan lewatnya masa jaya majalah... aku tetap bahagia.... melihat model dan pekerja seni bisa berkreasi minggu lalu.... Selamat ya semuanya... untuk suksesnya acara reuni. Maaf ya saya absen karena berbarengan dengan doa bersama menjelang puasa dan juga ada manten....

Senang Mbak Vivid yang lebih dari sepuluh tahun belakangan memimpin Aneka Yess! bisa mewakili hadir... Ini kenangan Mbak Vivid mejeng sebagai cover di tiga majalah yang terbit di masa jayanya....

nuniek harun musawa vivid argarini

~Nuniek Harun Musawa~

Happy Story... Berkat doa si anak sholeh...

Sebelum pensiun, saya adalah penerbit beberapa majalah, salah satunya majalah remaja Aneka Yess!. Anak buahku muda-muda... Salah satu di antaranya adalah Ayu, seorang desainer grafis. Mungil, lucu, simple dan cuek... layaknya generasi Y masa kini, gawai andalan hidupnya....


nuniek harun musawa happy story ayu jay drew
Keluarga Drew bersama anakku, Vivid

Pria muda dari Bath UK, lewat FB kenalan dan akhirnya menikah dengan Ayu. Seru ya... proses kenalannya singkat. Jay Drew, namanya, bela-belain minta izin magang di kantor saya, agar bisa selalu dekat dengan Ayu selama berkunjung ke Indonesia. Kok ya saya itu percaya saja, mereka akhirnya sekantor berdua beberapa lama. Dan serunya lagi, pertemanan itu berlanjut sampai keluarga Jay melamar Ayu di Jakarta.

Kini mereka tinggal di Bath, di rumah keluarga yang berupa estate luas... penuh dengan hewan ternak seperti kuda, ayam, kambing, kalkun dan yang lain... di belakang sebuah rumah besar dengan pintu gerbang yang megah....

Sampai saat ini, silaturahmi kami dengan keluarga Drew terjalin terus. Putri sulung saya, Vivid, menyempatkan berkunjung ke keluarga Drew usai menjadi dosen tamu di sebuah kampus di Huddersfield, England, pada 2013. Sebaliknya, keluarga besar Drew selalu mengunjungi kami setiap ke Jakarta.

Ngulik perkenalan awalnya dari dunia maya, kenapa Ayu percaya Jay tidak menipu atau berniat jahat? Ayu sempat cerita, waktu Jay akan menemuinya pertama kali, Jay mengirim uang untuk biaya penjemputan dan akomodasi selama di Indonesia. Dari situ Ayu yakin, Jay tulus dan serius membina hubungan... jelas dia bukan bule penipu. Sebaliknya, Jay percaya kredibiliti Ayu karena dia bekerja di kantor media saya yang websitenya gampang diakses dan meyakinkan.

Ya... namanya berkat doa si anak sholeh... Sudah suratan kali ya... memang sudah takdir jodohnya... Semoga happily ever after... Hahaha....
nuniek harun musawa happy story ayu
Keluarga Drew dan cucu-cucuku

~Nuniek Harun Musawa~

Jumat, 20 Mei 2016

Nuniek Harun Musawa - Founder & Owner Aneka Yess! Group - Dreams, Be Creative and Make It Happen!


Many famous people inspire us, tapi ada seorang Ibu amat sangat menginspirasi kami, YESS! Team untuk selalu concern mewarnai kehidupan remaja Indonesia lewat fun articles and activities. Let's meet pendiri dan pemilik Aneka Yess! Group, Ibu Nuniek H. Musawa. Simak cerita her fun teenage life yang diyakini jadi salah satu kunci sukses karirnya hingga sekarang.

"Mimpi Saya Tidak 'Di-Edit'"
Jangan bayangkan kehidupan remaja di kota modern, ke sekolah diantar mobil mewah dan pulangnya bisa seru hang out di mall. Ibu Nuniek, kelahiran 25 Desember 68 tahun silam, besar di kota Solo, di tengah keluarga bersahaja. Ayahnya seorang kepala sekolah, dan ibunya pedagang di pusat batik Pasar Klewer, Solo.

Di masa remajanya, Ibu Nuniek sangat supel, pemberani, kreatif dan berani bermimpi. "Mimpi saya tidak pernah saya 'edit' atau 'di-edit' oleh orang tua saya. Bebas. Ayah saya rajin mengajak nonton film-film luar negeri di bioskop, yang membuat saya berkhayal, 'Suatu saat saya akan ke Hawaii, akan keliling dunia,' Haha...," cerita Ibu Nuniek yang sejak kecil ngefans Elvis Presley ini.


Bikin Puisi di Grojogan Sewu
Ayahanda Ibu Nuniek, yaitu Bapak Goenadi Projomulyono, disebut telah membuat masa remajanya begitu menyenangkan. Pak Goenadi tuh di samping seorang guru, beliau juga seorang seniman lukis yang selalu kreatif meng-create kegiatan untuk anak-anaknya.

"Tiap liburan, Bapak selalu mengajak jalan-jalan pelesir ke tempat-tempat rekreasi wisata, seperti ke Tawangmangu, Kopeng, Bandungan, Parang Tritis, Surabaya dan Jakarta, bahkan wisata religi," cerita Ibu Nuniek yang anak tertua dari sepuluh bersaudara ini.

Yang seru, kalau main di air terjun Grojogan Sewu itu sang ayah kadang meminta anak-anaknya menulis puisi. "Wahh.. itu menyenangkan banget. Sambil duduk-duduk di batu-batu sungai, dikelilingi hutan cemara, kami menulis puisi dan nyanyi bareng. Asiik lho... karena pemandangan indah dan udara sejuk bikin makin terinspirasi kaan. Tak kalah layaknya seperti di film Sound of Music di Zalsburg, Swiss." Wuiihh... seru yaa!

Ibu Nuniek (depan, tengah) bersama sembilan adiknya

Selalu Cari Pengalaman Baru

Ibu Nuniek nggak mau masa remajanya bisasa saja. "Kalau dibandung teman-teman sekolah saya yang kaya, mereka tuh langit, saya sumur. Jadi bukan bumi lagi, tapi sumur, haha...." kata Ibu Nuniek mengibaratkan.

"Tapi saya tuh selalu berusaha bisa ikut merasakan pengalaman mereka juga. Misalnya, meski keluarga saya bukan orang kaya, saya ingin bisa menikmati berenang di taman rekreasi yang indah. Jadi kami niat banget bersepeda ke kolam renang Tirtomoyo di Jebres, which is itu jauh dari rumah saya, lho. Sekarang kalau saya ingin berenang tinggal nyebur. Rumah-rumah saya semua berkolam renang."

Karena suka nonton film, Ibu Nuniek juga suka berkhayal bisa dekat dengan para seleb. "Jadi kalau ada syuting film di Solo, waah... saya ngejar tu sampai bisa ketemu dan minta tanda-tangan mereka di hotel. Hahaha..."
 Kreatif Mengatasi Keterbatasan
Ibu Nuniek juga nggak pernah minder, apalagi surut semangat karena ortunya nggak bisa selalu membelikan apa yang dia inginkan. "Orang tua bukan nggak mampu, tetapi saat itu sulit mencari toko untuk membelikan baju renang. Maka saya jahit sendiri dari bahan selendang batik, dan saya kreasikan jadi keren seperti yang saya lihat di film-film," cerita Ibu Nuniek yang sudah bisa menjahit baju sejak kelas 5 SD ini. Kreatif banget yaa!

Sebagai kakak tertua, Ibu Nuniek punya kewajiban belanja ke pasar setiap pagi sebelum sekolah siang. "Tapi ya saya enjoy aja tiap pagi naik sepeda jengki ke pasar. Pakai baju yang gaya, topi lebar dan sampai keranjang belanja saya hias dengan pita-pita matching dengan baju saya. Belanjaannya pun saya rapikan di keranjang, biar kalau dilihat orang kelihatan tertata rapi dan gaya. Haha... Pokoknya yang penting stylish deeh." Saluut!



Lulusan Terbaik di SMA-nya
Nah, soal prestasi akademis, Ibu Nuniek juga nggak pernah ngeremehin. "Waktu naik kelas 2 SMA, nilai saya bagus sehingga bebas pilih jurusan apa saja. Saya pilih Budaya, dan lulus SMA jadi yang terbaik sampai meraih predikat Pelajar Teladan Cendekia."

Wah... hebat kaan. Lagi-lagi, resep jadi pelajar terbaik itu aktif dan kreatif. "Waktu bikin karya tulis tentang kunjungan ke candi-candi, semua teman bikinnya tulisan aja. Nah, saya bikin menarik dengan foto-foto saya di candi-candi itu. Haha... pokoknya narsis, tapi malah dapet nilai bagus," cerita Ibu Nuniek.



Being an Actress, Dreams Come True!
Dengan selalu aktif, maka banyak kesempatan bagus datang. Di masa kuliah, Ibu Nuniek mengikuti pemilihan Ratu Pasar Klewer. "Pemilihan bergengsi saat itu, dan bayangkan saja, saingan saya pakai baju-baju yang bagus. Sementara saya biasa saja, tapi saya buat dengan segala kreasi yang saya bisa."
And taddaa! Dengan modal percaya diri tinggi, Ibu Nuniek meraih Juara 1 di kompetisi yang berlangsung tahun 1971 itu. Pemilihan itu lalu membuka banyak peluang untuk Ibu Nuniek berkarir menjadi aktris. Wah, dreams come true!

Kehidupan Ibu Nuniek lalu banyak berubah dengan tinggal di Jakarta, dan bisa menikmati kehidupan kelas atas yang jadi impiannya. Beberapa film yang telah dibintanginya, yaitu Api di Bukit Menoreh (1971), Samtidar (1972), Janur Kuning (1979), juga seriap Keluarga Berencana, dan yang terakhir film Jakarta 66 (1987)

Bahagianya kini bersama putra-putri dan cucu
How to Deal with Failure
Tapi, Ibu Nuniek sempat ngerasa gagal juga. Yaitu saat dia ngga bisa melanjutkan kuliah S1 Hukum-nya. Padahal setelah tinggal di Jakarta dan bekerja di majalah Femina, semua rekan kerjanya berpendidikan lebih tinggi.

"Lagi-lagi saya nggak mau menyerah dengan kekurangan saya saat itu. Saya kejar dengan kerja lebih keras. Ibaratnya rekan kerja bekerja delapan jam, maka saya harus kerja 16 jam. Rekan kerja saya sudah cas cis cus berbahasa Inggris, saya pun 'ngejar' dengan alasan les setelah pulang kerja."

Kreatif mengatasi kekurangan diri, dan gigih mewujudkan impian, membuat karir Ibu Nuniek di dunia media pun maju pesat. Hingga akhirnya bisa bekerja lebih dari 40 tahun selaras dengan hobinya, dan sekarang bisa memiliki grup media antara lain Keren Beken dan Aneka Yess!, dan beberapa media yang lain. Impian bisa keliling dunia telah terwujud, bahkan kini Ibu lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya di Melbourne, dan Kuala Lumpur, Bandung dan Bali.

" Buat saya, apa yang saya raih, bukan karena kegigihan saya saja, tapi yang utama adalah rahmat Tuhan adalah rahmat Tuhan yang saya syukuri dengan kerja keras, yang saya yakini  bisa memberi berkah," pesan Ibu Nuniek.

Sehari Dua Kali Hamil

nuniek harun musawa janur kuning

Namanya barangkali tak gampang diingat: Trimurni Gunastri Hadiwidjayanti. Maka ia lebih ngepop dipanggil Nuniek. Dilahirkan di Solo 68 tahun lalu, ia memerankan tokoh Ny. Tien, istri Letkol Soeharto dalam film Janur Kuning. Sejak tahun 1971, setelah dinobatkan sebagai Ratu Pasar Klewer oleh Ny. Tien Soeharto, ia mulai mengenal dunia film. Pertama ia muncul sebagai Sekar Mirah, wanita keras hati yang diperebutkan dua perjaka dalam film Api di Bukit Menoreh, lalu tampil pula dalam film Samtidar, dan lain-lain. Main film baginya adalah selingan. Karena sehari-hari sebagai wanita pekerja full time.

nuniek harun musawa janur kuning

Berikut ini ia menuliskan kesan-kesannya sewaktu mengikuti syuting Janur Kuning:

"Setelah genap enam tahun bekerja di majalah, dan tak pernah mimpi atau mengangankan menjadi pemain film kembali, tiba-tiba saya ditawari untuk berperan dalam sebuah film perang. Peran yang tidak tanggung-tanggung: sebagai Ibu Tien Soeharto yang sekarang menjadi Ibu Negara. Bimbang juga rasa hati ini. Saya adalah karyawati yang punya tanggung jawab, di lain pihak ingin juga rasanya untuk dapat berbuat sesuatu di luar kerja rutin yang kadang-kadang terasa menyekap.

Setelah mendapat izin dari kantor, lebih-lebih setelah mengingat bahwa peran yang saya mainkan ini mungkin tak 'kan terulang lagi seumur hidup, maka saya pun berbulat tekad. Tapi barangkali yang lebih memantapkan hati saya adalah, setelah mendapat petunjuk-petunjuk dari Ibu Tien langsung.

Hari pertama pengambilan gambar di Yogyakarta, rasanya saya kikuk sekali karena baru pertama kali itu saya bertemu dengan lawan main saya yang justru harus berperan sebagai suami istri. Sambil berhias dan didandani sebagai wanita hamil, saya ngobrol-ngobrol dengan Bung Kahar agar pada pengambilan gambar berikutnya tidak kaku lagi.

nuniek harun musawa janur kuning

Pada pengambilan gambar hari kedua, saya diberi tahu bahwa shooting adegan hamil tua sudah selesai. Saya pun lega. Handuk, tutup panci dan lain-lain yang membebani perut saya, satu per satu saya tanggalkan. Lalu menginjak pada adegan setelah melahirkan Tutut, putri pertama Ibu Tien. Sesudah action begini-begitu, tiba-tiba saya diberi tahu bahwa ada adegan yang lupa terambil pada periode hamil tua. Wah, kesal juga hati saya. Sudah langsing, disuruh hamil lagi. Kembali saya direpotkan memasang handuk dan tutup panci, berpura-pura hamil.

Bagaimanapun, ini adalah pengalaman yang tak mudah saya lupakan. Bahkan, saya benar-benar seperti mimpi, karena tak disangka-sangka. Tak saya duga karena saya kira dulu Pak Alam hanya main-main saja menawari saya main film. Selama tiga hari itu benar-benar saya sibuk, hingga tidur pun tak lelap, namun semua itu mengasyikan."

Kamis, 19 Mei 2016

Mengenang Ibundaku....

nuniek harun musawa dan soelastri

Seorang wanita pengusaha yang tangguh di Solo...
Perias Pengantin jawa gaya Surakarta yang kondang...
Seorang seniman tulen, piawai menari, penabuh semua instrumen gamelan jawa...
Pengendang wanita yang belum tertandingi dan juga bersuara merdu...

Saya sangat bangga... sayang foto beliau ini kwalitasnya kurang prima... tapi cukup menghibur... kusandingkan dengan fotoku di usia yang sama... sama-sama berusia 44 tahun....
Kuunggah bulan ini... karena tanggal 12 Mei adalah hari ulang tahun beliau...

~Nuniek Harun Musawa~

Rabu, 18 Mei 2016

Nostalgia di bulan Mei...

Nuniek di Api di Bukit Menoreh
Kebetulan mantu ponakan di Jogja, sempat-sempatin nonton AADC2. Siang di hari berikutnya, nemenin Mas Harun ngopi di Hotel Aman Jiwo, menikmati Bukit Menoreh sebagai background, dan menatap Borobudur di kejauhan.

Membawa anganku ke hampir setengah abad yang lalu, di tahun 1971, aku terlibat dalam pembuatan film kolosal Api di Bukit Menoreh... Film yang diangkat dari novel karya S.H. Mintardja yang dimuat bersambung di koran Kedaulatan Rakyat dan dibukukan. Film yang diproduksi oleh PENAS Film Studio, disutradarai oleh sineas senior Djadoeg Djajakusuma. Pak Djadoeg adalah budayawan yang berkiprah di Dewan Kesenian Jakarta yang juga dosen Film di IKJ.

Lucu ya... romantisme Rangga dan Cinta di Punthuk Setumbu mengingatkanku adegan Agung Sedayu dan gadis desa Sekar Mirah, yang aku perankan dengan Mas Sentot Sudiharto sebagai pemeran utama wanita dan pria. Seruu dan asyik nostalgia syuting di Jogja di bulan Mei yang tak pernah kulupakan.... Jogja memang istimewa... Punya gunung, bukit dan pantai... Banyak setting film di sana.

Sayang ya... mungkin Mira Lesmana dan Riri Riza baru lahir waktu itu... ha ha ha... Senior mereka di IKJ, Pak Djadoeg Djajakusuma, belum menikmati kemajuan teknologi seperti waktu mereka membuat AADC2 saat ini... Jelas lah bedanya... Tapi bagaimanapun, film itu untukku sangat berkesan... yang akhirnya membawa aku, gadis Solo yang juga menari, berkiprah di ibukota....

~Nuniek Harun Musawa~